Headlines News :
Photobucket
Foto Jakacu75
Photobucket
Home » » Menggapai mimpi di tepi sungai bongka

Menggapai mimpi di tepi sungai bongka

Written By neguru on Selasa, 22 Mei 2012 | 10.15


ak, ayo mandi di sungai " ajak Toi kepada fasilitator. Toi adalah salah satu dari sekian anak yang sedang belajar disekolah Lipu. Sudah hampir satu tahun, anak semata wayang Bumbu atau biasa dipanggil Apa toi ini ikut belajar baca, tulis, hitung bersama anak-anak lain yang seumuran dengan dia. Hampir setiap hari dia mengeja kata-kata, terkadang menghitung batu-batu yang berada di sekitar sungai yang tidak terlalu jauh dari " Lipu"atau pemukiman penduduk. Mulai pagi hari sampai sang mentari tenggelam di ufuk barat, anak-anak yang berumur antara 7 - 14 tahun itu mengisi hari-harinya. Berdirinya sekolah Lipu ini di latar belakangi karena pengalaman komunitas yang sering ditipu saat menjual damar, rotan atau hasil bumi lainnya akibat tidak bisa menghitung. Sementara sekolah yang paling dekat (Desa Uetangko, Ulu Bongka, Tojo Una-una) dengan Lipu / pemukiman berjarak sekitar 8 km, bila berjalan kaki akan memakan waktu 3 sampai 4 jam. Medan yang ditempuh juga cukup sulit, naik turun gunung dengan sesekali menyeberangi sungai. Saat ini ada tujuh Lipu yang intens menyelenggarakan sekolah yang tanpa gedung, maupun seragam.    
Image


Dalam proses memfasilitasi belajar bersama ini, penulis agak kesulitan karena belum semua anak-anak ini menguasai kosakata bahasa Indonesia, "apa artinya itu kak? " Ungkapan itu sering terlontar ketika sedang belajar. Jika penulis menunjuk burung dan bertanya pada peserta belajar ini, maka dengan serentak mereka akan menjawab "Tongsi ". Ungkapan-ungkapan dalam bahasa mereka ini yang menjadi bahan dalam belajar baca, tulis di sekolah tengah hutan ini, dengan alasan akan lebih mudah di terima dan dipahami. Sehingga ketika mendampingi anak-anak ini belajar, penulis juga ikut belajar. Khususnya belajar bahasa " aa". bahasa yang di pakai sehari-hari oleh masyarakat Tau Taa Wana
   
Banua Bae (Tempat pertemuan), tepi sungai, kebun, atau di antara barisan pohon-pohon yang menjulang tinggi ke angkasa merupakan tempat Toi (12), Bella (13), Nalpin (8) dan kawan-kawannya merangkai-rangkai kata-kata di dalam buku tulis yang dibelikan oleh orang tuanya di desa Bulang Jaya (UPT I trasnmigrasi). Sedangkan untuk memudahkan proses belajar, fasilitator memakai papan yang di cat hitam dengan kapur tulis. Dan jika kehabisan kapur, menggunakan singkong yang dikeringkan. Pernah ketika teman-temannya sedang asyik-asyiknya menulis, Bono (12) mengajak cari buah langsat. "di katomba banyak langsat. Ayo kita kesana " ajaknya sambil menghentikan coretan penanya. Saat ditanyakan kepada yang lain mereka setuju. Akhirnya disepakati belajarnya di lokasi yang disebut Bono. sambil makan buah langsat, belajar menghitung, Caranya, masing-masing menghitung buah langsat yang sudah di makan.
Dalam proses belajar rata-rata mereka cepat dalam mengingat sesuatu.Sehingga kalau hari ini sudah tahu, besok kalau ditanya hampir semua bisa di jawab. ada juga beberapa anak yang mampu menangkap materi lebih cepat. Seperti misalnya piro (14), karena dia cepat memahami materi, maka ketika temannya tidak ingat ia yang bertugas untuk mengingatkan.Jadi model sekolah Lipu tidak harus fasilitator yang mengajari. Tetapi siapapun bisa, asal mampu menjelaskan. Satu bulan terakhir, materi belajar lebih banyak diisi dengan hafalan perkalian. Setiap hari, tidak peduli siang atau malam, dirumah atau di kebun mereka selalu hafalkan perkalian yang fasilitator tuliskan. Saat terakhir fasilitator di sana, kebanyakan dari mereka sudah mampu menghafal perkalian 1 sampai perkalian 5. malah ada yang sudah hafal sampai perkalian sepuluh.
Ternyata di luar sekolah, orang tua mereka juga mulai belajar, meskipun dengan sembunyi-sembunyi karena malu. Mereka belajar pada anak-anak mereka atau pada orang yang sudah bisa baca, tulis, menghitung. Dan memang keinginan kita, kedepan tidak ada lagi orang Taa yang buta huruf.Agar kemampuan tersebut menjadi alat perjuangan mereka, terutama dalam mempertahankan wilayah adatnya. Harapannya sekolah Lipu mampu menjawab situasi yang berada di sekitar mereka. Selain menghindari penipuan dari orang luar juga sebagai salah satu media untuk mengidentifikasikan dirinya. Baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang luar. Sekolah Lipu merupakan salah satu alat masyarakat Tau Taa Wana dalam berproses menghadapi tantangan di tengah-tengah perkembangan pesat masyarakat lain di sekitar mereka. Khususnya orang desa yang berbatasan langsung dengan Lipu. Dan generasi-generasi muda ini yang akan melanjutkan tongkat estafet tersebut. Menuju kehidupan yang lebih baik.
Penulis Adalah Staff YMP


Sumber:http://ghofurabee.blogspot.com
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Photobucket

DONASI


No Rek : 0060 01 000089 537
A/N : Mohammad Akbar
Google Akun
Email:
Sandi:
Anda lupa sandi?
DakoNeguru

Random Post

Photobucket
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. blog demo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger