Headlines News :
Photobucket
Foto Jakacu75
Photobucket
Home » » Siaran Pers Pokja Pantau REDD

Siaran Pers Pokja Pantau REDD

Written By neguru on Selasa, 22 Mei 2012 | 05.09



PROYEK REDD+ DAPAT BERJALAN JIKA TATA KELOLA KEHUTANAN DIPERBAIKI, DAN PRINSIP PADIATAPA SERTA RAMBU KESELAMATAN DIJALANKAN

 “Emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan di Sulawesi Tengah hanya bisa diurunkan jika terjadi perubahan paradigma pengelolaan kehutanan di daerah ini. Selama tata kelola kehutanan masih buruk, maka berbagai upaya penurunan emisi dari kerusakan hutan hanya akan menjadi sia-sia dan mubazir. Ujung-ujungnya, setiap ada proyek pendanaan pengurangan emisi dari sektor kehutanan yang datang ke daerah ini, hanya akan berpotensi menjadi lahan korupsi yang baru”


Kesiapan Sulawesi Tengah untuk menjalankan proyek REDD+ harus dipertanyakan kembali. Mengapa? Karena masih banyak persoalan kehutanan di daerah ini yang harus diselesaikan, terutama konflik tenurial kehutanan yang berkepanjangan, serta tumpang tindih perizinan antara izin pembalakan, pertambangan dan perkebunan besar dalam kawasan hutan. Serta, belum rampungnya penata batasan kawasan sejak peta kawasan dan perairan diterbitkan oleh Kementrian Kehutanan pada tahun 1999. Juga, hinga kini, seluruh Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tengah belum selesai menetapkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) masing-masing, termasuk level propinsi, berdasarkan amanah UU 26/2007 tentang Penataan Ruang. 


Klaim pemerintah bahwa tutupan lahan masih relatif harus dibuktikan detailnya di lapangan. Sebab, kami juga menemukan fakta bahwa laju deforestasi di Sulteng dari tahun 2003-2006 mencapai 118.744 Ha/tahun. Atau setara dengan 27 kali lapangan sepak bola per jam (Diolah dari data Dephut, 2008). Banjir bandang yang melanda Banawa Selatan Oktober 2011, serta Kecamatan Kulawi dan Kabupaten Buol saat ini, menjadi bukti kuat bahwa hutan di Sulawesi Tengah sudah semakin rusak dan fungsinya sebagai kawasan resapan air sudah mulai menurun. 

Selain itu juga, kecenderungan untuk berkurangnya luas dan menurunnya kualitas hutan  setiap waktu semakin menanjak. Bagaimanapun, keberadaan 16 perusahaan IUPHHK (6 sudah tidak aktif) dengan luas konsesi 992.155 Ha, tetap akan mengeksploitasi hutan. Juga dengan kehadiran 12 perusahaan perkebunan sawit dengan izin HGU seluas 124.546 Ha. Serta keberadaan lebih dari 250 perusahaan pertambangan (lokal, nasional, transnasional) dengan luas konsesi  mencapai 2.389.580 Ha.

Klaim tentang kepadatan karbon yang cukup tinggi, juga harus dibuktikan dengan data empiris dan data terbaru dari lapangan. Paling tidak, ada data referensi yang bisa diklarifikasi dan terukur dari tingkat kepadatan karbon. Data masa silam  tentang kepadatan karbon tidak dapat dijadikan patokan utama. Apalagi, kepadatan karbon  berkaitan erat dengan kondisi tutupan lahan. Logikanya, semakin baik tutupan hutan sebuah wilayah, maka semakin tinggi pula cadangan karbonnya. 

Kami juga memandang bahwa pemerintah terlalu berani menepatkan besaran emisi untuk Sulawesi Tengah sebesar 3% dari rata-rata 14% level nasional. Sebab, laju deforestasai dan lahan kritis juga mencengangkan setiap tahunnya. Besaran 3% menurut kami terlalu gegabah dan masih bisa diperdebatkan,  sebab jika berkaca pada laju deforestasi dan lahan kritis setiap tahunnya di daerah ini, kemungkinan emisi kita dari deorestasi dan degradasi cukup tinggi, sehingga bisa lebih dari 3%.

Kuatnya dukungan politik pemerintah daerah juga masih bisa dipertanyakan. Mengapa?  Karena, kita belum tahu dukungan politik dalam bentuk apa? Apakah pemerintah propinsi serta DPRD propinsi benar-benar berani untuk melakukan perubahan bagi perbaikan tata keleola kehutanan di daerah? Contohnya, berani melakukan evaluasi terhadap perusahaan pembalakan, pertambangan dan perkebunan besar yang menyebabkan hutan semakin rusak.



Prinsip persetujuan dengan informasi awal dan tanpa paksaan ( padiatapa) sebenar-benarnya harus diterapkan dalam setiap tahapan proyek pendanaan REDD+. Mulai dari tahap perencanaan, impelementasi, sampai proses monitoring dan evaluasi. Dan jangan pernah melupakan azas rambu keselamatan (safeguard). Proyek pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan, maupun proyek pendanaan pengurangan emisi sektor kehutanan,  diharap mampu menjamin  tatanan dan norma-norma sosial setempat tidak mengalami reduksi dan pendangkalan.  Kami juga berharap adanya jaminan situasi ekonomi setempat tidak akan mengalami defisit. Baik pada pola produksi maupun pola konsumsi lokal. Serta, adanya jaminan terhadap keberlangsungan pelayanan ekosistem, yang tidak mengalami penyusutan kuantitas maupun kualitas fungsi pelayanan lingkungan hidup. Kami berharap, masyarakat setempat tidak akan direlokasi ataupun dipindahkan ke tempat yang lain, hanya karena kepentingan restorasi ekosistem untuk hutan karbon.

Kami berharap, agar pidato Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola, pada forum COP-17 di Durban, Afrika Selatan, awal Desember ini, tidak sekedar retorika belaka. Tapi, harus dibarengi dengan langkah kongkrit yang nyata di level propinsi. Terutama, dalam upaya penurunan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan dan lahan, harus diikuti dengan perubahan paradigma untuk melestarikan hutan, dan berani melakukan terobosan kebijakan politik. Salah satunya, kebijakan politik terhadap masyarakat yang bermukim di sekitar  dan dalam hutan, yang tersebar di 724 setingkat mukim atau desa di Sulawesi Tengah. Mereka ini berjumlah sekitar 850.000 jiwa, sekitar 33% dari populasi penduduk Sulawesi Tengah.  Termasuk pula,  keberanian untuk menyelesaikan konflik tenurial kehutanan yang sudah berkepanjangan.

Palu, 6 Desember 2011


Azmi Sirajuddin
 Koordinator
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Photobucket

DONASI


No Rek : 0060 01 000089 537
A/N : Mohammad Akbar
Google Akun
Email:
Sandi:
Anda lupa sandi?
DakoNeguru

Random Post

Photobucket
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. blog demo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger