Headlines News :
Photobucket
Foto Jakacu75
Photobucket
Home » » PENGABURAN MAKNA

PENGABURAN MAKNA

Written By neguru on Selasa, 22 Mei 2012 | 05.00

Azmi Sirajuddin
(Edisi Silo "Celoteh")

Kini orang-orang lebih senang menyebut kata”keliru” daripada kata “salah”. Sehingga, tidak ada pejabat negara, ataupun orang berduit yang “salah”, cuma “keliru” dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara. Ya, mereka “keliru” sehingga dengan mudah menilep uang rakyat dan negara. Ujung-ujungnya, mereka di “amankan” tidak “ditangkap”. Sekali waktu, mereka dapat kemudahan “tahanan rumah” agar bebas berkeliaran di luar “rumah”. Katanya, untuk “berobat” tapi bukan untuk “bertobat”, karena mendadak sakit setelah “dimintai keterangan” bukan “diperiksa”. Setelah itu, mereka “dimeja hijaukan”, bukan “disidangkan”. Para jaksa selaku penuntut sibuk membaca “dakwaan” setebal tebalnya. Advokat sibuk membacakan “pembelaan”.
Hakim kemudian memutus perkara “bebas”. Karena, tidak ditemukan “bukti yang cukup” untuk memutus dia “keliru”. Sebab, yang ada cuma pelanggaran “administratif”, bukan “pelanggaran hukum”. Di tempat lain, seorang pengusaha diputus bebas oleh hakim. Sebab, “tidak cukup bukti” menjerat dia dengan “pembalakan liar”. Alasannya, kawasan hutan yang ditebang kayunya masuk dalam areal perkebunan sawit milik si pengusaha. Karena itu pula, si pengusaha lagi-lagi dinyatakan hanya “keliru” dalam “administrasi”. Bukan salah karena melanggar hukum. Yang dipersoalkan oleh pemerintah ialah “pembalakan liar”, yang katanya tidak punya izin sama sekali. 

Tapi, tidak pernah mempersoalkan “pembalakan resmi” yang berkedok pertambangan, perkebunan dan pembangunan pemukiman transmigrasi. Makanya, setiap tahun, hutan kita “gundul” dan “hilang” oleh “pembalakan yang resmi”. Tapi, pemerintah lebih suka bilang “deforestasi” dan “degradasi”. Di Sulawesi Tengah saja, kerusakan hutan mencapai 118.000 hektar per tahun. Atau setara dengan 27 kali luas lapangan sepak bola per jam. 

Kalau rakyat protes soal banyaknya izin-izin pengusahaan kayu, tambang dan perkebunan di dalam hutan, pemerintah bilang “sebahagian izin tidak beroperasi”. Tapi, mereka “beroperasi” secara diam-diam, dan tidak terjangkau oleh pengawasan Dinas Kehutanan di provinsi sampai kabupaten dan kota. Katanya, armada Polisi Kehutanan (Polhut) “terbatas orang dan terbatas anggaran”. Setiap tahun, alasannya selalu begitu. Supaya ketemu dengan isu perubahan iklim. Jadi, supaya ada bantuan lagi masuk ke Indonesia, hutan kita “deforestasi dan degradasi”. Agar dapat duit dari luar negeri. Karena itu, saya plesetkan juga REDD menjadi “Rencana Demi Duit”. Begitulah cara pemerintah kita mengaburkan makna kerusakan hutan, biar dapat duit terus. *[Azmi]

Sumber: Buletin Silo
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Photobucket

DONASI


No Rek : 0060 01 000089 537
A/N : Mohammad Akbar
Google Akun
Email:
Sandi:
Anda lupa sandi?
DakoNeguru

Random Post

Photobucket
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. blog demo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger